![]() |
Perang menggunakan hoaks sudah diterapkan di AS sejak perang sipil Utara versus Selatan |
Dalam kesempatan tersebut Jenderal Tito menyempatkan diri bertanya mengenai potensi konflik di Indonesia dan membandingkannya dengan Timur Tengah. (baca).
UAS dengan lugas menjawab bahwa perlu adanya kemampuan untuk mengatasi kampanye disinformasi (baca) sekarang dikenal dengan hoaks atau fake news.
Bersama dengan berita ini dilaporkan pula bahwa Amerika Serikat telah berhasil membongkar pasukan hoaks yang dituduh mengintervensi pemilihan presiden di AS lalu yang memenangkan Donald Trump.
AS menuduh Rusia telah mengerahkan 'pasukan' nya di AS untuk menggiatkan serangan disinformasi tersebut. (baca di sini cara kerjanya).
Tak tanggung-tanggung, salah satu caranya adalah, 'tim' Rusia membuat sebuah komunitas palsu yang seakan-akan pro Islam dan yang lain anti-Islamisasi.
Walaupun AS sempat kecolongan, pihak AS tahu siapa sumber kesemrawutan di pilpres negaranya dan bukan malah menuding warga pendukung Trump sebagai biang kerok hoaks untuk memenangkan pilihannnya karena sebenarnya bisa saja mereka adalah 'korban', sebagai konsekuensi logis era digital yang diwarnai post humanisme atau transhumanisme. (baca)
Kekuatan paling kuat dalam penggiringan opini publik adalah negara dan bila negara kalah, dalam hal ini AS, maka sudah dipastikan, melalui serangkaian pembuktian, ada kekuatan lain atau negara lain yang mengimbangi, yang mempunyai infrastruktur masif untuk itu. (adm)
Adv: Yuk, Belanja Online di POP Shop
No comments:
Post a Comment