• Breaking News

    Friday, June 20, 2025

    Kekuatan Angkatan Laut dan Udara Militer Suriah Mulai Diperhatikan


    Militer Suriah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan di tengah situasi negara yang masih dibayangi oleh dampak konflik panjang. Dalam unggahan terbaru di platform X, terlihat para pejabat tinggi Angkatan Udara Suriah melakukan inspeksi menyeluruh terhadap sejumlah lapangan udara penting. Salah satu yang disorot adalah keberadaan pesawat tempur MiG-29, yang kini tengah dinilai kelayakan teknis dan kesiapan infrastrukturnya. Pemeriksaan mencakup juga sistem pendukung darat seperti peralatan pengisian bahan bakar dan peralatan pemeliharaan.

    Pesawat-pesawat tempur Suriah dari era-era sebelumnya sebagian besar memang telah lama tidak terawat, akibat serangan militer bertubi-tubi dan kelangkaan suku cadang sejak pemberlakuan sanksi internasional. Namun, dengan perekrutan sumber daya manusia baru di bidang teknis dan pemeliharaan, ada harapan bahwa beberapa unit pesawat tersebut bisa kembali dioperasikan. Para teknisi muda dilatih untuk membongkar dan mempelajari struktur pesawat-pesawat tua tersebut, guna memanfaatkan suku cadang yang masih bisa dikanibalisasi dan digunakan ulang.

    Langkah ini merupakan bagian dari upaya lebih luas Kementerian Pertahanan Suriah untuk menata ulang sistem pertahanan nasional pasca kehancuran yang diderita selama lebih dari satu dekade konflik. Dalam doktrin militer baru yang kini diterapkan, semua komandan lapangan wajib mengikuti kuliah atau pelatihan kemiliteran secara formal. Kebijakan ini dimaksudkan agar para perwira tidak hanya mengandalkan pengalaman tempur, tetapi juga memiliki pemahaman strategis dan administratif yang memadai.

    Pemerintah Suriah berharap, melalui pendekatan ini, akan tercipta struktur komando yang lebih profesional, efektif, dan mampu beradaptasi dengan sistem pertahanan modern. Para perwira yang lulus pelatihan berhak atas renumerasi khusus dari negara sebagai bentuk penghargaan dan peningkatan kesejahteraan.

    Tak hanya angkatan udara yang dibenahi, angkatan laut Suriah juga mulai mendapatkan perhatian serius. Beberapa kapal dan instalasi militer yang tersisa dari era pra-konflik tengah diperiksa dan diperbarui secara bertahap. Modernisasi ini terbilang lambat namun konsisten, mengingat banyak fasilitas maritim yang sempat dihancurkan oleh serangan Israel yang memanfaatkan kevakuman kekuasaan di awal-awal krisis Suriah.

    Pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Brigadir Jenderal Asim Hawari, komandan angkatan udara, bersama dengan Kepala Staf Angkatan Udara Brigadir Jenderal Mustafa Bakour, menjadi sinyal kuat bahwa militer Suriah tengah mempersiapkan aktivasi kembali sejumlah pangkalan strategis. Salah satunya adalah Pangkalan Militer Al-Seen yang selama ini mengalami kerusakan akibat berbagai upaya sabotase.


    Al-Seen akan menjadi basis penting untuk pengoperasian kembali armada udara, sekaligus pusat pelatihan bagi teknisi dan pilot baru yang dibutuhkan dalam proses restrukturisasi. Pangkalan ini juga diharapkan menjadi garda depan dalam sistem pertahanan udara yang kini tengah diperkuat kembali melalui aliansi militer yang lebih tertutup.

    Sementara itu, struktur militer Suriah di kawasan selatan juga mengalami reorganisasi. Unit pasukan yang sebelumnya dikenal sebagai Pasukan Al-Tanf kini telah diintegrasikan ke dalam struktur formal militer Suriah sebagai Divisi ke-70. Unit ini diposisikan secara resmi sebagai bagian dari militer nasional dan diberi misi baru untuk menjaga keamanan serta mendukung rekonsiliasi nasional di wilayah perbatasan yang rawan.

    Langkah ini menjadi indikasi bahwa pemerintah pusat Damaskus semakin percaya diri dalam mengonsolidasikan kembali wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh berbagai kelompok bersenjata dan kekuatan asing. Divisi ke-70 mendapat mandat untuk mengamankan wilayah-wilayah yang menjadi jalur infiltrasi serta memperkuat batas teritorial yang selama ini rentan terhadap intervensi eksternal.

    Kebangkitan militer Suriah tidak terlepas dari tantangan geopolitik yang terus bergulir di kawasan. Di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel, Suriah diperkirakan akan kembali menjadi salah satu titik panas dalam kalkulasi strategis para aktor regional. Oleh sebab itu, pemerintah Ahmed Al Sharaa tampaknya ingin memastikan bahwa militer mereka setidaknya siap secara struktural dan teknis menghadapi berbagai kemungkinan eskalasi.

    Selain itu, pembenahan institusi militer juga dilihat sebagai cara untuk memperkuat legitimasi pemerintah pusat di mata rakyat yang sudah jenuh dengan konflik internal berkepanjangan. Profesionalisme angkatan bersenjata akan menjadi modal penting dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap negara.

    Meskipun bantuan dari Turkiye, Qatar dan negara-negara Teluk tetap menjadi tulang punggung dalam proses modernisasi ini, Suriah juga mencoba memanfaatkan sumber daya internal sebanyak mungkin. Pelatihan-pelatihan dilakukan secara intensif di dalam negeri, dan penggunaan teknologi hasil rekayasa lokal mulai diperkenalkan sebagai alternatif atas embargo yang masih diberlakukan oleh negara-negara Barat.

    Dalam waktu dekat, Suriah juga dikabarkan akan menguji coba sejumlah sistem radar dan peluru kendali yang telah diperbarui. Meskipun belum sebanding dengan teknologi pertahanan milik negara-negara besar, hal ini dianggap cukup untuk membangun sistem pertahanan minimum yang mampu mendeteksi dan merespons ancaman lintas batas.

    Peningkatan kesiapan militer juga menjadi bagian dari diplomasi kekuatan yang ingin ditampilkan oleh Damaskus di hadapan negara-negara Arab lainnya. Dengan makin banyak negara Arab yang mulai merapat ke blok barat atau menormalisasi hubungan dengan Israel, Suriah memilih jalur berbeda dengan mempertahankan kemandirian militer dan ideologi perlawanan yang selama ini menjadi karakter khasnya.

    Pada saat yang sama, koordinasi antar matra dalam tubuh militer Suriah mulai digalakkan kembali. Integrasi antara pasukan udara, laut, dan darat dijadikan prioritas utama untuk memastikan adanya sinergi dan efektivitas operasi. Banyak dari struktur tempur ini sebelumnya berjalan secara terpisah akibat fragmentasi yang terjadi selama perang saudara.

    Kini, dengan kembalinya banyak wilayah ke dalam kontrol Damaskus, proses penyatuan kembali komando dan logistik menjadi memungkinkan. Kementerian Pertahanan Suriah mengumumkan bahwa dalam waktu satu tahun ke depan, akan ada serangkaian latihan militer gabungan yang melibatkan seluruh matra sebagai bagian dari pemulihan total institusi militer.

    Meskipun perjalanan untuk mengembalikan kekuatan militer Suriah ke level sebelum konflik masih panjang, namun langkah-langkah strategis yang kini dijalankan memberi sinyal bahwa Damaskus tidak lagi hanya bertahan, tetapi mulai merancang masa depan pertahanannya sendiri. Dalam dunia yang kian tidak pasti, keberadaan militer yang profesional dan berdikari menjadi salah satu fondasi terakhir dari kedaulatan negara.

    Dibuat oleh AI

    No comments:

    Post a Comment

    loading...


    Aneka

    Tentang Kami

    Www.TobaPos.Com berusaha menyajikan informasi yang akurat dan cepat.

    Pembaca dapat mengirim rilis dan informasi ke redaksi.dekho@gmail.com

    Indeks Berita