JARINGAN Advokasi Tambang mendesak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tegas menjalankan UU PPLH (perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Menurut mereka, terjadinya pengrusakan lingkungan dan perubahan bentang alam akibat industri pertambangan menyebabkan makin luasnya lahan kritis di wilayah Indonesia. Sebanyak 70 persen lahan tergerus seiring obral ijin pertambangan di tingkat daerah dan pusat.
"Tahun 2012 adalah tahun obral ijin Usaha Pertambangan (IUP). Total 10.556 IUP dikeluarkan tanpa menghiraukan hak atas lingkungan yang sehat. Hampir 34 persen daratan Indonesia telah diserahkan kepada korporasi lewat 10.325 Ijin pertambangan mineral dan batubara. belum termasuk ijin perkebunan skala besar, wilayah kerja migas, panas bumi dan galian C. kawasan pesisir dan laut juga tidak luput dari ekspoiltasi,lebih dari 16 titik reklamasi, penambangan pasir, pasir laut, dan menjadi pembuangan tailing Newmont dan Freeport," kata Priyo Pamungkas Kustiadi, Media Communication and Outreach, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)melalui rilisnya Senin (29/10).
Dia menjelaskan, Undang-Undang Tahun 32 tahun 2009 diharapkan menjadi pedoman terhadap sebuah pengelolaan Sumber Daya Alam. Namun KLH sebagai benteng penyelamatan lingkungan hidup menanggung tanggung jawab yang besar atas ketidaktegasannya dalam Implementasi penyelamatan lingkungan untuk kehidupan esok.
Untuk itu Kementrian Lingkungan Hidup sebagai benteng pelestarian lingkungan hidup yang sehat diminta segera menghentikan ijin usaha pertambangan dan mengevaluasi perusahaan-perusahaan pertambangan yang merusak lingkungan serta menutup segera tambang di wilayah hutan mnahan laju daya rusak tambang.
"Berdasarkan dengan hal diatas. Maka Jaringan Advokasi Tambang menuntut; KLH hars mempertegas semua lembaga pemerintah/non-pemerintah untuk patuh menjalankan amanat UU PPLH No.30/2009," katanya. Hal kedua, menurutnya, pertambangan aalah penyebab rusaknya lingkungan hidup maka KLH wajib paksa instansi terkai wajib mempertanggungjawabkannya. Ketiga, kata dia, segal regulasi pemanfaatn sumber daya alam (SDA) dan lingkungan harus berada di bawah koordinasi UU PPLH 32/2009.
Dia menjelaskan, Undang-Undang Tahun 32 tahun 2009 diharapkan menjadi pedoman terhadap sebuah pengelolaan Sumber Daya Alam. Namun KLH sebagai benteng penyelamatan lingkungan hidup menanggung tanggung jawab yang besar atas ketidaktegasannya dalam Implementasi penyelamatan lingkungan untuk kehidupan esok.
Untuk itu Kementrian Lingkungan Hidup sebagai benteng pelestarian lingkungan hidup yang sehat diminta segera menghentikan ijin usaha pertambangan dan mengevaluasi perusahaan-perusahaan pertambangan yang merusak lingkungan serta menutup segera tambang di wilayah hutan mnahan laju daya rusak tambang.
"Berdasarkan dengan hal diatas. Maka Jaringan Advokasi Tambang menuntut; KLH hars mempertegas semua lembaga pemerintah/non-pemerintah untuk patuh menjalankan amanat UU PPLH No.30/2009," katanya. Hal kedua, menurutnya, pertambangan aalah penyebab rusaknya lingkungan hidup maka KLH wajib paksa instansi terkai wajib mempertanggungjawabkannya. Ketiga, kata dia, segal regulasi pemanfaatn sumber daya alam (SDA) dan lingkungan harus berada di bawah koordinasi UU PPLH 32/2009.
No comments:
Post a Comment