![]() |
ilustrasi: sumber |
Tingginya golput, disebabkan post-truth, ini mempersempit ruang bagi kandidat untuk meraup suara dari massa mengambang.
Di pemilihan presiden AS saja, partispasi pemilih hanya 60 persen (lihat daftarnya). Itupun sudah meningkat ketika Donald Trump berhasil membentuk pencitraan sebagai 'juru selamat' bagi warga.
Lalu, apakah strategi mempermainkan emosi publik dengan menistakan agama atau sebaliknya dapat meningkatkan partisipasi pemilih?
Mungkin akan berbeda kasus di negara maju dan di negara yang masyarakatnya (baca) masih memegang nilai dan etika moral. (adm)
Adv: Yuk, Belanja Online di POP Shop
No comments:
Post a Comment