Tobapos -- Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri meminta kepada Perguruan Tinggi untuk mulai berorientasi terhadap pendidikan vokasi. Menurut Menaker hal tersebut perlu segera dilakukan agar lulusan Perguruan Tinggi bisa match dengan kebutuhan pasar kerja.
"Perguruan Tinggi harus berorientasi kepada pendidikan vokasi. Dengan begitu lulusan perguruan tinggi bisa sesuai dengan kebutuhan pasar kerja," kata Menaker Hanif saat menjadi pembicara pada Seminar dan Simposium Nasional di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/9).
Pada kesempatan tersebut Menaker juga sedikit mengkritik Perguruan Tinggi. Pasalnya selama ini Menaker merasa Perguruan Tinggi terlalu asik dengan dunianya sendiri.
Untuk itu, Menaker mengaku akan mendorong riset Perguruan Tinggi agar disinergikan dengan dunia usaha dan Pemerintah.
"Saya melihat perguruan tinggi asik dengan dirinya sendiri. Mereka melakukan riset tanpa memikirkan apakah riset mereka itu bisa menjadi sesuatu yang konkret atau menjadi saran kebijakan untuk Pemerintah. Perguruan Tinggi harusnya mulai meningkatkan relevansi keasikan mereka dengan kebutuhan zaman termasuk kebutuhan Pemerintah," kata Menaker Hanif.
"Saya ingin mendorong riset Perguruan Tinggi diperkuat dengan pendampingan. Pendampingan ini maksudnya dunia usaha harus didampingi Perguruan Tinggi, Pemerintah juga harus didampingi Perguruan Tinggi," kata Menaker Hanif.
Menaker ingin Indonesia mencontoh apa yang dilakukan oleh Pemerintah Jerman. Di Jerman, Perguruan Tinggi menjadi pusat dari Technical Vocational Education Training (TVET) atau pendidikan pelatihan vokasi.
"Perguruan Tinggi harus berorientasi kepada pendidikan vokasi. Dengan begitu lulusan perguruan tinggi bisa sesuai dengan kebutuhan pasar kerja," kata Menaker Hanif saat menjadi pembicara pada Seminar dan Simposium Nasional di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/9).
Pada kesempatan tersebut Menaker juga sedikit mengkritik Perguruan Tinggi. Pasalnya selama ini Menaker merasa Perguruan Tinggi terlalu asik dengan dunianya sendiri.
Untuk itu, Menaker mengaku akan mendorong riset Perguruan Tinggi agar disinergikan dengan dunia usaha dan Pemerintah.
"Saya melihat perguruan tinggi asik dengan dirinya sendiri. Mereka melakukan riset tanpa memikirkan apakah riset mereka itu bisa menjadi sesuatu yang konkret atau menjadi saran kebijakan untuk Pemerintah. Perguruan Tinggi harusnya mulai meningkatkan relevansi keasikan mereka dengan kebutuhan zaman termasuk kebutuhan Pemerintah," kata Menaker Hanif.
"Saya ingin mendorong riset Perguruan Tinggi diperkuat dengan pendampingan. Pendampingan ini maksudnya dunia usaha harus didampingi Perguruan Tinggi, Pemerintah juga harus didampingi Perguruan Tinggi," kata Menaker Hanif.
Menaker ingin Indonesia mencontoh apa yang dilakukan oleh Pemerintah Jerman. Di Jerman, Perguruan Tinggi menjadi pusat dari Technical Vocational Education Training (TVET) atau pendidikan pelatihan vokasi.
"Di Jerman pusat-pusat TVET bukan dimonopoli oleh industri dan Pemerintah melainkan berada di Perguruan Tinggi dan dikelola bersama dengan pihak industri dan Pemerintah," kata Menaker Hanif.
Menaker menambahkan dengan mencontoh pola yang ada di Jerman, kita dapat mengetahui tren ketenagakerjaan yang akan terjadi di masa depan.
"Dengan begitu kita dapat memetakan 10 tahun yang akan datang kira-kira tren ketenagakerjaan akan seperti apa, tren pasar kerja seperti apa. Kita juga bisa tahu tenaga kerja seperti apa yang harus kita siapkan," kata Menaker Hanif.
Pada akhir sambutannya, Menaker mengajak Perguruan Tinggi untuk bersama-sama membantu Pemerintah dalam memetakan kebutuhan pasar kerja. Sehingga bisa tercapai kesesuaian antara lulusan Perguruan Tinggi dengan dunia industri.
"Ketika bicara mengenai konsep link and match antara input SDM dengan kebutuhan pasar kerja kita harus benar-benar tepat dalam memetakan ini. Maka itu saya meminta kepada teman-teman di kampus untuk membantu memetakan hal ini sehingga input SDM nya benar-benar pas," kata Menaker Hanif.
instalasi pendidikan dan pelatihan harus di re-set untuk disesuaikan kebutuhannya antara yang diproduksi di lembaga pendidikan pelatihan dan kebutuhan pasarnya. Data profil ketenagakerjaan harus selalu up to date, peta kebutuhan pasar atau industri juga harus ada baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Menaker menambahkan Industrial Planning yangrelatively accurate sangat dibutuhkan saat ini agar proses penyediaan tenaga kerja kompeten dapat sesuai dengan kebutuhan industri. Sustainability development planning yang terancang dengan baik juga harus ada, sehingga siapa pun yang nantinya bertanggung jawab dalam produsen SDM terampil punya acuan bahwa saat dia mendidik dan melatih hari ini, akan diserap pasar kemudian. IndustrialPlanning dan persiapan SDM ini harus paralel.
"Tidak bisa jalan sendiri-sendiri sambil menunggu industri berkembang. Ini akan membuat kita panik untuk mempersiapkan orangnya, “ lanjutnya.
Menaker Hanif menjelaskan saat ini telah ada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) yang menjadi acuan penyiapan kualitas SDM sesuai kebutuhan pasar kerja.
Berbagai sektor juga telah menyusun kebutuhan kompetensi per tingkatan atau jabatan melalui SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). (adm)
Menaker menambahkan dengan mencontoh pola yang ada di Jerman, kita dapat mengetahui tren ketenagakerjaan yang akan terjadi di masa depan.
"Dengan begitu kita dapat memetakan 10 tahun yang akan datang kira-kira tren ketenagakerjaan akan seperti apa, tren pasar kerja seperti apa. Kita juga bisa tahu tenaga kerja seperti apa yang harus kita siapkan," kata Menaker Hanif.
Pada akhir sambutannya, Menaker mengajak Perguruan Tinggi untuk bersama-sama membantu Pemerintah dalam memetakan kebutuhan pasar kerja. Sehingga bisa tercapai kesesuaian antara lulusan Perguruan Tinggi dengan dunia industri.
"Ketika bicara mengenai konsep link and match antara input SDM dengan kebutuhan pasar kerja kita harus benar-benar tepat dalam memetakan ini. Maka itu saya meminta kepada teman-teman di kampus untuk membantu memetakan hal ini sehingga input SDM nya benar-benar pas," kata Menaker Hanif.
instalasi pendidikan dan pelatihan harus di re-set untuk disesuaikan kebutuhannya antara yang diproduksi di lembaga pendidikan pelatihan dan kebutuhan pasarnya. Data profil ketenagakerjaan harus selalu up to date, peta kebutuhan pasar atau industri juga harus ada baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Menaker menambahkan Industrial Planning yangrelatively accurate sangat dibutuhkan saat ini agar proses penyediaan tenaga kerja kompeten dapat sesuai dengan kebutuhan industri. Sustainability development planning yang terancang dengan baik juga harus ada, sehingga siapa pun yang nantinya bertanggung jawab dalam produsen SDM terampil punya acuan bahwa saat dia mendidik dan melatih hari ini, akan diserap pasar kemudian. IndustrialPlanning dan persiapan SDM ini harus paralel.
"Tidak bisa jalan sendiri-sendiri sambil menunggu industri berkembang. Ini akan membuat kita panik untuk mempersiapkan orangnya, “ lanjutnya.
Menaker Hanif menjelaskan saat ini telah ada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) yang menjadi acuan penyiapan kualitas SDM sesuai kebutuhan pasar kerja.
Berbagai sektor juga telah menyusun kebutuhan kompetensi per tingkatan atau jabatan melalui SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). (adm)
No comments:
Post a Comment