Pemilu Lebanon usai dilakukan meski diboikot oleh penilih dari kalangan Ahli Sunnah atau Sunni khususnya Partai Masa Depan yang dipimpin mantan PM Saad Hariri.
Dalam pemilihan parlemen kali ini, koalisi parpol Hezbollah mengalami pengurangan suara tapi tidak signifikan.
Perubahan terjadi pada parpol terbesar Kristen Maronit sehingga kemungkinan presiden akan ganti jika mengikuti kebiasaan. Namun dinamika parlemen bisa saja berubah.
Dalam konvensi atau kebiasaan politik di Lebanon seorang Presiden dijabat oleh seorang Kristen Maronit dan biasanya oleh ketua parpol Maronit terbesar.
Perdana Menteri dijabat oleh seorang ahlu sunnah atau Sunni dan dua masa pemerintahan sebelumnya tidak diberikan kepada ketua parpol Sunni terbesar.
Hal itu menimbulkan gejolak karena baik Syiah dan Kristen Maronit bersekongkol memberikan posisi tersebut kepada politikus Sunni independen atau dari parpol sunni yang kecil.
Padahal ketua parlemen selalu dijabat oleh kelompok Syiah dari parpol Syiah terbesar yakni Amal.
Selain itu karena posisi PM akan dijabat oleh Sunni, maka posisinya yang lemah bisa didikte dalam pembagian jabatan menteri.
Maka tak heran budaya korupsi merajalela karena PM tidak bisa bertindak tegas khususnya korupsi yang dilakukan pejabat Syiah dan Kristen karena semua masalah akan ditimpakan ke Sunni atau PM.
Jika saja partai Sunni menang dan pernah kuat di parlemen, dia tak bisa sesuka hati atau bersekongkol memberikan kursi presiden ke pejabat Kristen independen karena akan menyulut perang.
Saat ini Lebanese Force yang dulunya adalah milisi radikal Kristen berhasil menambah suara meski pernah terlibat dalam perang sipil dan pro ke Iseael.
No comments:
Post a Comment