• Breaking News

    Friday, June 27, 2025

    Junta Myanmar Perkuat Citra di Tengah Isolasi


    Pemerintahan junta militer Myanmar di bawah komando Jenderal Senior Min Aung Hlaing terus berupaya memperkuat posisinya, baik di dalam negeri maupun di panggung internasional. Setelah dua tahun lebih sejak kudeta pada Februari 2021, kekuasaan junta masih menghadapi perlawanan keras dari rakyat dan pemerintahan oposisi sipil, National Unity Government (NUG). Di tengah isolasi global yang makin ketat, junta berusaha memoles citranya lewat berbagai langkah strategis.

    Salah satu langkah terbaru adalah pengumuman kenaikan anggaran pertahanan secara signifikan. Dalam pernyataan resmi, Min Aung Hlaing menyebut anggaran pertahanan akan ditingkatkan untuk memperkuat kapasitas militer dan menjaga stabilitas nasional. Walau tanpa menyebut angka pasti, laporan media menyebut anggaran ini telah melonjak tiga kali lipat sejak kudeta, dari 1,74 triliun kyat menjadi lebih dari 5,6 triliun kyat.

    Di sisi lain, junta Myanmar tetap menghadapi kecaman internasional terkait pelanggaran HAM, penangkapan massal, dan serangan terhadap warga sipil. Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi berupa pembekuan aset, larangan perjalanan, hingga blokade transaksi finansial terhadap Min Aung Hlaing dan pejabat junta lainnya.

    Meski demikian, Min Aung Hlaing tampak berupaya memecah isolasi internasional dengan meningkatkan kehadiran diplomatiknya. Media di Thailand beberapa bulan lalu melaporkan, Min Aung Hlaing dijadwalkan hadir dalam KTT BIMSTEC di Bangkok. Ini menjadi kunjungan resmi pertamanya ke Thailand sejak kudeta, yang akan mempertemukannya dengan para pemimpin India, Thailand, Sri Lanka, dan negara-negara Asia Selatan.

    BIMSTEC, organisasi kerjasama regional yang didirikan sejak 1997, selama ini diikuti tujuh negara di kawasan Teluk Benggala. Partisipasi Min Aung Hlaing di forum ini dipandang sebagai upaya junta membangun kembali legitimasi di kancah regional, di tengah penolakan keras dari ASEAN yang sejak 2021 membatasi keterlibatan Myanmar di level kepala negara.

    Selain Thailand, Min Aung Hlaing juga intensif melakukan kunjungan ke negara-negara yang masih bersedia membuka komunikasi, seperti Rusia dan Belarus. Dalam kunjungannya ke Moskow, ia sempat bertemu Presiden Vladimir Putin, serta menjalin kerjasama pertahanan dan pembelian senjata. Hubungan militer Myanmar-Rusia memang makin erat sejak blok Barat menerapkan embargo.

    Pada November lalu, Min Aung Hlaing juga menghadiri KTT Sub-Wilayah Sungai Mekong di Kunming, China. Itu merupakan kunjungan perdananya ke Tiongkok sejak kudeta, memperlihatkan betapa junta berupaya menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan besar di kawasan, di tengah tekanan diplomatik dari negara-negara Barat dan ASEAN.

    Sementara itu, di sisi lain politik Myanmar, National Unity Government (NUG) yang dipimpin oleh Duwa Lashi La sebagai presiden sementara masih mendapatkan pengakuan moral dan dukungan diplomatik dari sejumlah parlemen negara-negara Barat. NUG merupakan pemerintahan sipil pengasingan yang dibentuk oleh anggota parlemen hasil pemilu 2020 yang dibubarkan militer.

    Meski belum diakui resmi sebagai pemerintahan sah di level PBB atau ASEAN, NUG aktif membangun jaringan diplomasi dengan sejumlah negara, organisasi HAM internasional, serta komunitas Myanmar di luar negeri. Mereka juga menjadi motor perlawanan bersenjata melalui kemitraan dengan kelompok etnis bersenjata di berbagai wilayah Myanmar.

    Perbedaan mencolok antara Min Aung Hlaing dan Duwa Lashi La terletak pada basis kekuasaan dan pendekatan politiknya. Min Aung Hlaing bertumpu pada kekuatan militer dan aliansi strategis dengan negara-negara otoriter, sementara NUG mengandalkan legitimasi politik dari rakyat dan komunitas internasional yang pro-demokrasi.

    Di dalam negeri, junta terus berupaya menampilkan diri sebagai pihak yang menjaga ketertiban nasional. Mereka memanfaatkan media resmi untuk menyebarkan narasi stabilitas dan pembangunan, di saat yang sama memberangus media independen dan aktivis oposisi. Kenaikan anggaran militer disebut sebagai bentuk perlindungan terhadap rakyat dari kelompok “teroris”.

    Namun pengamat politik Asia Tenggara menilai, langkah junta memoles citra melalui forum-forum regional tak cukup ampuh meredam isolasi internasional. Sebagian besar negara ASEAN masih berpegang pada Konsensus Lima Poin yang menyerukan dialog inklusif dan penghentian kekerasan di Myanmar, syarat yang hingga kini tak dijalankan junta.

    Para diplomat di kawasan memandang keikutsertaan Min Aung Hlaing di KTT BIMSTEC lebih sebagai langkah pragmatis negara-negara anggota untuk menjaga komunikasi terbatas, bukan bentuk pengakuan formal. Isolasi diplomatik Myanmar di level ASEAN pun tetap diberlakukan di pertemuan puncak.

    Upaya junta membangun citra juga menyasar komunitas bisnis luar negeri. Lewat kunjungan ke Rusia dan Belarus, mereka menawarkan proyek kerja sama energi, pertambangan, dan pertahanan, di tengah embargo dari perusahaan-perusahaan Barat. Junta berharap investasi dari negara-negara ini bisa menopang perekonomian yang kian terpuruk.

    Di tingkat domestik, junta juga memanfaatkan program-program sosial dan proyek infrastruktur untuk meraih dukungan rakyat. Meski begitu, laporan HAM internasional menyebut, proyek-proyek tersebut lebih banyak menguntungkan kalangan elit militer dan kroni-kroninya.

    Kini, Myanmar berada di persimpangan antara upaya junta memperkuat kekuasaan lewat militerisme dan isolasi, serta perjuangan NUG membangun perlawanan politik dan diplomasi di luar negeri. Rivalitas dua kekuatan ini masih akan terus menentukan arah masa depan negeri seribu pagoda itu dalam beberapa tahun ke depan.

    No comments:

    Post a Comment

    loading...


    Aneka

    Tentang Kami

    Www.TobaPos.Com berusaha menyajikan informasi yang akurat dan cepat.

    Pembaca dapat mengirim rilis dan informasi ke redaksi.dekho@gmail.com

    Indeks Berita