Komoditas gandum mengalami kelangkaan di pasar global imbas konflik Rusia dan Ukraina.
Sebagaimana diketahui, baik Ukraina dan Rusia mengekspor 30-40 persen produksi gandumnya pra-konflik.
Namun ekspor gandum Ukraina menurun drastis karena blokade laut dari Rusia. Sementara Rusia juga kesulitan mengekspor komoditas mereka akibat sanksi AS dkk.
Akibatnya harga pangan dunia naik dan negara yang diharapkan dapat menjadi alternatif produsen juga memberlakukan larangan ekspor.
Di Afghanistan yang 90 persen penduduknya mengandalkan hidupnya dari pertanian, juga mengalami hal yang sama.
Sebelum konflik Rusia vs Ukraina komoditas pangan di Afghanistan termasuk yang termurah karena melimpahnya produksi pertanian.
Namun sebelum negara ini mengalami kelangkaan, pemerintahan IEA Taliban memberlakukan larangn ekspor pertanian khususnya gandum untuk memastikan keterpenuhan kebutuhan lokal.
Pemerintah juga mulai mengamankan pusat-pusat lumbung pangan di Afghanistan termasuk memastikan ketersediaan air, pembuatan irigasi yang baru dan penyediaan pupuk murah.
Jika dilihat dari sisi positifnya, kenaikan harga pangan justru menguntungkan Afghanistan yang mayoritas penduduknya adalah petani. Selama ini, karena harga yang murah petani di Afghanistan lebih memilih kerja di perkotaan atau mengganti tanaman dengan jenis yang lebih mahal seperti opium.
Pemerintah harus memberikan insentif kepada petani untuk mengganti jenis tanaman mereka. Namun hal itu terkadang mengecewakan petani karena harga hasil panen jenis lain sangat murah karena melimpah.
No comments:
Post a Comment