PARA pekerja/buruh yang bekerja di kawasan-kawasan industri sangat rentan terhadap penularan HIV dan AIDS. Oleh karena itu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengajak pengusaha dan pekerja untuk bekerjasama dan membantu pemerintah dalam melaksanakan upaya- upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja.
Salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja dapat dilaksanakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tentang HIV/AIDS serta mengembangkan kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS lingkungan kerjanya masing.
“Pekerja/buruh selalu berhadapan dengan berbagai potensi bahaya kesehatan maupun kecelakaan kerja di tempat kerjanya, termasuk berisiko tertular HIV dan AIDS. Kita harus terus berupaya mencegah dan menanggulangi HIV dan AIDS di tempat kerja mengingat bahwa lebih dari 85 % para pengidap HIV dan AIDS adalah usia produktif," kata Muhaimin dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (8/12) lalu.
Hal tersebut dikatakan Muhaimin seusai memberikan anugerah penghargaan Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS (AIDS Award) di Tempat kerja tahun 2012 kepada 53 Perusahaan yang peduli HIV-AIDS dan 4 individu pemeduli HIV AIDS pada Jumat Malam (7/12).
Keempat pemeduli yang menerima penghargaan adalah Rustriningsih, M.Si dari KPA Provinsi Jawa Tengah, Yakobus Kristono, SE dari Yayasan Kalandara,Hasan Supriyono, SP dari KPA Kota Pekanbaru dan TS Hasia Mahrifa dari PT Trakindo Utama Pekanbaru
Muhaimin mengatakan dinamika dunia kerja harus kita antisipasi dalam hal meningkatnya potensi penularan HIV oleh berbagai kondisi seperti tingkat mobilitas pekerja/buruh yang tinggi, meningkatnya perilaku seks yang beresiko akibat berpisah dengan keluarga dan maraknya dunia hiburan yang menyertai perkembangan industri, penyalahgunaan narkoba khususnya narkoba suntik dan kurangnya pemahaman dan akses informasi serta layanan terkait HIV dan AIDS bagi pekerja.
“Dampak HIV dan AIDS merupakan salah satu ancaman bagi sektor ketenagaakerjaan mengingat tenaga kerja adalah tulang punggung kegiatan pembangunan dan bisnis. Ancaman HIV dan AIDS pada dunia bisnis diantaranya meliputi menurunnya SDM tenaga kerja yang produktif, kehilangan waktu kerja, meningkatnya biaya kesehatan dan timbulnya iklim hubungan industrial yang tidak kondusif oleh isu stigma dan diskriminasi yang kesemuanya itu akan berdampak pada menurunnya produktivitas dan kesejahteraan pekerja serta produktivitas nasional secara keseluruhan," kata Muhaimin.
“Upaya melindungi pekerja dan dunia usah dari HIV dan AIDS wajib diterapkansebagai salah satu bentuk program Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3). Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan menjamin kelangsungan usaha. Namun yang lebih penting adalah kesadaran pengusaha dan pekerja sendiri," kata Muhaimin.
Secara operasional, implementasi kebijakan program P2-HIV dan AIDS di tempat kerja dilaksanakan melalui mekanisme pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai pada tingkat perusahaan, yang dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait khususnya KPA daerah, unsur pengusaha (APINDO), unsur pekerja (SP/SB), Dinas Kesehatan dan LSM peduli AIDS.
Selain itu, Muhaimin mengingatkan dunia usaha pun harus berpartisipasi aktif dan memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh dengan HIV/AIDS dari tindak dan perlakuan diskriminatif serta menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. “Pemerintah berkomitmen agar semua buruh/ pekerja, termasuk yang terkena HIV, berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau, jaminan asuransi, perlindungan sosial dan berbagai paket asuransi kesehatan lainnya,“ jelas Muhaimin.
Sumber
“Dampak HIV dan AIDS merupakan salah satu ancaman bagi sektor ketenagaakerjaan mengingat tenaga kerja adalah tulang punggung kegiatan pembangunan dan bisnis. Ancaman HIV dan AIDS pada dunia bisnis diantaranya meliputi menurunnya SDM tenaga kerja yang produktif, kehilangan waktu kerja, meningkatnya biaya kesehatan dan timbulnya iklim hubungan industrial yang tidak kondusif oleh isu stigma dan diskriminasi yang kesemuanya itu akan berdampak pada menurunnya produktivitas dan kesejahteraan pekerja serta produktivitas nasional secara keseluruhan," kata Muhaimin.
“Upaya melindungi pekerja dan dunia usah dari HIV dan AIDS wajib diterapkansebagai salah satu bentuk program Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3). Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan menjamin kelangsungan usaha. Namun yang lebih penting adalah kesadaran pengusaha dan pekerja sendiri," kata Muhaimin.
Secara operasional, implementasi kebijakan program P2-HIV dan AIDS di tempat kerja dilaksanakan melalui mekanisme pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai pada tingkat perusahaan, yang dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait khususnya KPA daerah, unsur pengusaha (APINDO), unsur pekerja (SP/SB), Dinas Kesehatan dan LSM peduli AIDS.
Selain itu, Muhaimin mengingatkan dunia usaha pun harus berpartisipasi aktif dan memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh dengan HIV/AIDS dari tindak dan perlakuan diskriminatif serta menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. “Pemerintah berkomitmen agar semua buruh/ pekerja, termasuk yang terkena HIV, berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau, jaminan asuransi, perlindungan sosial dan berbagai paket asuransi kesehatan lainnya,“ jelas Muhaimin.
Sumber
No comments:
Post a Comment