Tobapos -- Masyarakat Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) untuk menjaga kelestarian Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) dari berbagai ancaman.
"Kami memiliki tidak kurang dari 60 kepala keluarga, atau sekitar 300 jiwa yang menjaga hutan dengan sukarela dengan pola HKm, kata Direktur Badan Pengelola HLSW Balikpapan Soufian di Balikpapan, Sabtu.
Ia mengatakan, sebagai imbalannya, masyarakat mendapat lahan untuk digarap dengan luas keseluruhan tidak kurang dari 1.000 hektare.
Menurut Soufian, warga yang mendapat lahan wajib memelihara dan menjaga semua yang ada di dalam hutan. Mereka boleh memanfaatkan hasil hutan namun tidak boleh membawanya ke luar dari kawasan hutan lindung.
Luas kawasan HLSW mencapai 10.000 hektare. Pintu masuk utamanya ada di muara Jalan Soekarno-Hatta pada Km 15. Sebagian wilayahnya juga bersisian dengan jalan utama Kalimantan Timur itu.
"Selas 1.000 hekatre lahan yang digunakan oleh masyarakat di dekat hutan untuk bercocok tanam, terutama tanaman keras seperti karet dan buah-buahan. Hanya sebagian kecil lahan yang diizinkan ditanami sayur mayur dan tanaman musiman lainnya.
Menurut Soufian, dari 1.000 hektare lahan itu, paling luas yamh boleh ditanami sayur hanya 60 hektare atau palawija seperti jagung dan singkong.
"Kami memiliki tidak kurang dari 60 kepala keluarga, atau sekitar 300 jiwa yang menjaga hutan dengan sukarela dengan pola HKm, kata Direktur Badan Pengelola HLSW Balikpapan Soufian di Balikpapan, Sabtu.
Ia mengatakan, sebagai imbalannya, masyarakat mendapat lahan untuk digarap dengan luas keseluruhan tidak kurang dari 1.000 hektare.
Menurut Soufian, warga yang mendapat lahan wajib memelihara dan menjaga semua yang ada di dalam hutan. Mereka boleh memanfaatkan hasil hutan namun tidak boleh membawanya ke luar dari kawasan hutan lindung.
Luas kawasan HLSW mencapai 10.000 hektare. Pintu masuk utamanya ada di muara Jalan Soekarno-Hatta pada Km 15. Sebagian wilayahnya juga bersisian dengan jalan utama Kalimantan Timur itu.
"Selas 1.000 hekatre lahan yang digunakan oleh masyarakat di dekat hutan untuk bercocok tanam, terutama tanaman keras seperti karet dan buah-buahan. Hanya sebagian kecil lahan yang diizinkan ditanami sayur mayur dan tanaman musiman lainnya.
Menurut Soufian, dari 1.000 hektare lahan itu, paling luas yamh boleh ditanami sayur hanya 60 hektare atau palawija seperti jagung dan singkong.
Pengelolaan HLSW, menurut Soufian, dilakukan secara ketat khususnya menyangkut penentuan luas lahan yang boleh dibudidayakan, jenis tanaman, hingga identitas masyarakat yang mengelola kawasan tersebut.
Pemberian hak pengelolaan lahan HKm itu, kata dia, diprioritaskan hanya bagi penduduk yang memiliki KTP Balikpapan dan memang menetap di sekitar hutan.
Mereka ini disebut R1.
Dia mengatakan, ada juga istilah R2 untuk penduduk yang juga menetap di sekitar hutan, tapi karena suatu dan lain hal tidak memiliki KTP Balikpapan.
Di sekitar Sungai Wain juga terdapat sejumlah perumahan Pertamina. Di perumahan itu tinggal karyawan-karyawan Pertamina yang mengurus 'intake' dan instalasi pengolahan air bersih untuk kilang minyak.
"Meskipun warga Balikpapan berasal dari berbagai daerah, maka harus pindah dari sekitar hutan bila sudah memiliki KTP Balikpapan.
Ada pula kategori R3, yaitu penduduk luar hutan.
Pengelolaan HKm, menurut dia, memerlukan izin Menteri Kehutanan. Program di HLSW sudah mengantongi izin Menteri Kehutanan sejak bertahun-tahun silam.
Izin itu, menurut dia, dikeluarkan untuk 10 kelompok tani. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 kepala keluarga (KK) dengan anggota keluarga setiap KK 3-5 orang.
Dia mengatakan, untuk menjaga kelestarian dan tidak menyimpang dari konsep HKm, Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain menggelar pertemuan rutin untuk pembinaan kepada kelompok tani setiap dua pekan.
"Mereka kami bina. Selain diberikan pinjaman tanah untuk bertani, mereka juga mendapat bantuan dari pemerintah berupa ratusan bibit karet. Kalau beli pupuk boleh membeli pupuk yang subsidi," kata Soufian.
Salah satu keberhasilan pembinaan itu, menurut dia, adalah budidaya buah naga. Saat ini jenis buah-buahan itu sedang diminati masyarakat, harga buah naga mencapai Rp25 ribu per kilogram.
"Dengan harga itu petani Sungai Wain menikmati untung yang cukup lumayan," ujarnya. (ant/adm)
Pemberian hak pengelolaan lahan HKm itu, kata dia, diprioritaskan hanya bagi penduduk yang memiliki KTP Balikpapan dan memang menetap di sekitar hutan.
Mereka ini disebut R1.
Dia mengatakan, ada juga istilah R2 untuk penduduk yang juga menetap di sekitar hutan, tapi karena suatu dan lain hal tidak memiliki KTP Balikpapan.
Di sekitar Sungai Wain juga terdapat sejumlah perumahan Pertamina. Di perumahan itu tinggal karyawan-karyawan Pertamina yang mengurus 'intake' dan instalasi pengolahan air bersih untuk kilang minyak.
"Meskipun warga Balikpapan berasal dari berbagai daerah, maka harus pindah dari sekitar hutan bila sudah memiliki KTP Balikpapan.
Ada pula kategori R3, yaitu penduduk luar hutan.
Pengelolaan HKm, menurut dia, memerlukan izin Menteri Kehutanan. Program di HLSW sudah mengantongi izin Menteri Kehutanan sejak bertahun-tahun silam.
Izin itu, menurut dia, dikeluarkan untuk 10 kelompok tani. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 kepala keluarga (KK) dengan anggota keluarga setiap KK 3-5 orang.
Dia mengatakan, untuk menjaga kelestarian dan tidak menyimpang dari konsep HKm, Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain menggelar pertemuan rutin untuk pembinaan kepada kelompok tani setiap dua pekan.
"Mereka kami bina. Selain diberikan pinjaman tanah untuk bertani, mereka juga mendapat bantuan dari pemerintah berupa ratusan bibit karet. Kalau beli pupuk boleh membeli pupuk yang subsidi," kata Soufian.
Salah satu keberhasilan pembinaan itu, menurut dia, adalah budidaya buah naga. Saat ini jenis buah-buahan itu sedang diminati masyarakat, harga buah naga mencapai Rp25 ribu per kilogram.
"Dengan harga itu petani Sungai Wain menikmati untung yang cukup lumayan," ujarnya. (ant/adm)
No comments:
Post a Comment