Negara Afghanistan diperkirakan akan memgalami tantangan berat khusunya soal pangan usai naiknya pemerintahan Taliban.
Selama 20 tahun terakhir, ekonomi Afghanistan dirancang hanya sebagai negara dengan pendudukan atau penjajahan abadi, karena 70-80 persen ekonominya ditopang oleh sumbangan luar negeri.
Tak sedikitpun peta ekonomi Afghanistan dibuat untuk kemandirian, baik di bidang pangan maupun infrastruktur seperti listrik dan lainnya.
Walau kabar terbaru menyebutkan bahwa hasil panen Afghanistan mengalami surplus apalagi di masa pandemi Covid-19, namun itu tidak menjamin bahwa hasil panen tersebut dapat didistribusikan ke segmen warga lain yang membutuhkan.
AS dkk meninggalkan Afghanistan secara tiba-tiba sehingga pemerintahan baru Afghanistan akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk mengatasi berbagai masalah.
Untuk itu Sekjen PBB Antonio Guterres mendorong berbagai negara untuk mengulurkan bantuan kepada warga Afghanistan dalam program pangan global.
Dia menjelaskan bahwa PBB telah mendrop pasokan pangan ke Afghanistan namun perlu dukungan berbagai negara untuk memastikan kesinambungannya.
Namun anehnya, Guterres tidak menyinggung sumber masalah yakni pembeluan cadangan devisa bank sentral Afghanistan oleh AS dkk, juga oleh Bank Dunia dan IMF.
Bank Sentral Afghanistan dilaporkan hanya menyimpan 0,2 persen cadangan devisanya di luar negeri.
No comments:
Post a Comment